Senin, 07 September 2009

KETIKA KIAMAT BERGUNCANG

Kita sering memperhatikan betapa kalang-kabutnya orang-orang ketika sebuah gempa bumi datang mengguncang. Masing-masing hanya sibuk dan mementingkan diri sendiri, tidak peduli dengan orang lain, sekalipun terhadap bayi yang tengah menyusui berada dalam gendongannya. Wanita-wanita hamil pun lupa akan diri mereka yang sebenarnya berbadan dua. Mereka seakan tidak menyadari sedang membawa janin di dalam perut mereka. Masing-masing orang ketika itu seakan dikomandai, ‘Selamatkanlah dirimu sendiri.!’ Sungguh mengerikan! Sungguh egois.!

Gambaran ini demikian kentara diungkapkan dengan gaya bahasa yang indah oleh al-Qur`an, kitab suci nan agung. Allah subhanahu wata’aala; berfirman, artinya, “Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu; Sesungguhnya keguncangan hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah segala kandungan wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka sebenarnya tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras.” (QS.al-Hajj:1-2.

Firman Allah subhanahu wata’aala yang lain yang artinya: “Hai manusia bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat pula menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan janganlah (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam mentaati Allah.” (QS. Luqman: 33)

Betapa dahsyatnya! Betapa menakutkannya kejadian hari Kiamat itu! Dan Nida` (Panggilan) dalam ayat di atas mencakup semua manusia. Mereka ditakut-takuti dengan peristiwa yang akan terjadi. Tidak ada keselamatan dari kedahsyatannya itu selain dengan ketakwaan.

Wanita yang menyusui tidaklah menjadi lalai dari bayi yang sedang menyusui, melainkan oleh suasana menakutkan yang mampu menghilangkan segala kesadaran. Betapa tidak, pemandangan itu menggambarkan kelalaiannya, seakan ia memandang namun tidak melihat, bergerak namun tidak sadar. Tahukah anda, seberapa berarti orang yang ia lalai darinya itu? Ia adalah orang yang paling dikasihinya, sang buah hati. Sementara sebagai wanita, ia adalah manusia yang paling welas asih terhadapnya.!

Demikian pula dengan kondisi para wanita hamil yang sampai menggugurkan kandungan sebelum waktunya, saking dahsyatnya hari itu. Semua orang bak orang-orang yang mabuk karena kedahsyatan dan gentingnya perkara itu. Akal sehat dan pikiran mereka telah hilang, padahal mereka bukanlah orang-orang yang benar-benar mabuk, akan tetapi itu karena azab Allah subhanahu wata’aala amatlah keras.!

Lalu, bagaimana gambarannya di dalam hadits Nabi shallallahu ‘alahi wasallam ? Tidak lebih dahsyat dari itu.! Banyak hadits yang menceritakan tentang hal itu. Namun di sini, akan disinggung satu atau dua hadits saja. Salah satunya, hadits yang menyebutkan sebab turunnya ayat 1 dan 2 surat al-Hajj di atas. Sebagaimana terdapat di dalam Sunan at-Tirmidzi, dari ‘Imran bin Hushain radhiallahu `anhu, ayat itu turun saat Nabi shallallahu ‘alahi wasallam sedang dalam perjalanan. Lalu beliau bertanya kepada para shahabatnya, apakah mereka mengetahui apa gerangan hari yang digambarkan dalam ayat itu. Mereka secara polos menjawab, “Hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Lalu beliau mengatakan, bahwa itu adalah hari di mana Allah subhanahu wata’aala berfirman kepada Adam, “Utuslah utusan ke neraka.” Adam bertanya, “Wahai Rabbku, apa itu utusan ke neraka.?” Dia subhanahu wata’aala; berfirman, “Sembilan puluh sembilan ke neraka dan satu ke surga.” Artinya, dari seratus orang; sembilan puluh sembilan masuk neraka dan hanya satu orang masuk surga. Lantas para sahabat pun bertangisan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam menyarankan kepada mereka agar berupaya semaksimal mungkin dalam beramal, minimal mendekati sempurna. Pada bagian akhir hadits itu, Nabi shallallahu ‘alahi wasallam menyatakan, “Sesungguhnya aku berharap kamu menjadi seperempat ahli surga.” Lalu para shahabat pun bertakbir. Kemudian beliau meneruskan, “Sesungguhnya aku berharap kamu menjadi sepertiga ahli surga.” Maka mereka pun kembali bertakbir. Kemudian beliau meneruskan, “Sesungguhnya aku berharap kamu menjadi setengah Ahli surga.” Lalu mereka pun kembali bertakbir. Kemudian perawi hadits mengomentari, “Aku tidak tahu, apakah beliau mengatakan lagi setelah itu, ‘Dua pertiga’ ataukah tidak.

Dan di dalam ash-Shahihain, dari Abu Sa’id al-Khudri, juga disebutkan tentang apa itu ‘Utusan ke neraka.’ Lalu Allah subhanahu wata’aala berfirman, “Dari setiap seribu, terdapat sembilan ratus sembilan puluh sembilan.” Lalu Dia subhanahu wata’aala berfirman lagi, “Yang demikian itu ketika seorang anak kecil menjadi beruban dan setiap wanita hamil menggugurkan kandungannya, serta kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka tidak mabuk akan tetapi karena adzab Allah amatlah keras.” Hal itu membuat para shahabat semakin ketakutan, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa di antara kami yang menjadi laki-laki itu.” Beliau menjawab, “Bergembiralah! Sesungguhnya dari Ya`juj dan Ma`juj seribu dan dari kamu (hanya) satu orang.”

Sikap Manusia terhadap Hari Kiamat

Sikap manusia di dunia dan di akhirat nanti terhadap hari Kiamat ada dua golongan:

Pertama, Golongan yang lalai dan lengah. Mereka beriman namun tidak beriman kepada hari Kebangkitan dan hari diperlihatkannya amalan kelak. Mereka hanya menghabiskan umur untuk mencari kelezatan sesaat, tidak beriman kecuali dengan materi fisik. Tujuan mereka hanya dunia, mencinta dan membenci karenanya. Segala ambisi dan angan-angan hanya sebatas itu. Mereka adalah orang-orang yang merugi di akhirat kelak. Mereka adalah orang-orang yang terdiam berputus asa saat terjadinya hari Kiamat. Mereka mendapatkan kecelakaan dan kebinasaan ketika dibangkitkan dan diperlihatkannya amalan. Allah subhanahu wata’aala; menceritakan mereka dalam banyak ayat, di antaranya, artinya, “Dan pada hari terjadinya Kiamat, orang-orang yang berdosa terdiam berputus asa.” (QS.ar-Rum:12)

Sedangkan golongan kedua, adalah orang-orang yang beriman atas terjadinya hari Kiamat. Di dunia, mereka selalu waspada darinya karena mengetahui bahwa ia adalah haq (benar-benar terjadi). Mereka itu adalah orang-orang yang mengenal Allah subhanahu wata’aala, lalu takut kepadaNya dan merasa selalu diawasiNya dalam apa yang mereka datangkan atau mintakan. Mereka takut akan akhirat, lalu beramal untuknya. Dunia bagi mereka tidaklah seberapa; tidak dapat melalaikan maupun menggoda mereka dengan gemerlapnya. Mereka itulah orang-orang yang beriman saat terjadinya hari Kiamat. Tempat mereka di surga, di halamannya mereka bersenang-senang, dan mereka mendapatkan balasan atas keimanan, rasa takut, dan amalan mereka. Dan, Rabb kita tidak pernah menzhalimi siapa pun.

Mengenai kondisi kedua golongan tersebut di dunia, mari kita renungi firman Allah subhanahu wata’aala, artinya, “Orang-orang yang tidak beriman kepada hari Kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah terhadap terjadinya kiamat itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh.” (QS. asy-Syuro:18).

Sementara mengenai nasib kedua golongan itu dan perbedaan balasan bagi keduanya di akhirat, mari kita renungi pula firmanNya, artinya, “Dan pada hari terjadinya kiamat, di hari itu mereka (manusia) bergolong-golongan. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, maka mereka di dalam taman (surga) bergembira. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami (al-Qur’an) serta (mendustakan) menemui hari akhirat, maka mereka tetap berada di dalam siksaan (neraka).” (QS. ar-Rum:14-16)

Amalan manusia di dunia bersumber dari tingkat keimanan mereka terhadap hal yang ghaib dan terjadinya hari Kiamat. Manusia yang paling beriman dengannya, maka mereka adalah orang yang paling siap menghadapinya, sedangkan orang yang paling kurang beriman kepadanya, maka mereka adalah orang yang paling lalai dalam mempersiapkan diri menghadapinya. Iman tidaklah diukur dengan buah atau kepemilikannya, tetapi ia adalah sesuatu yang mantap di hati dan membuat anggota badan bangun untuk membenarkannya. Semoga kita termasuk orang-orang yang sebenar-benar beriman dengan terjadinya hari Kiamat.!

Sumber :
Indra Muslim
http://blog.its.ac.id/indramuslim/2008/04/14/ketika-kiamat-berguncang/
8 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar